EDISIKINI.COM, JAKARTA — Penyitaan dana sebesar Rp11,8 triliun oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi dalam ekspor crude palm oil (CPO) menjadi titik balik penting dalam upaya penegakan hukum di sektor sumber daya alam.
Langkah ini tidak hanya menunjukkan keberanian institusi hukum dalam membongkar kasus besar, tetapi juga membuka mata publik terhadap persoalan struktural dalam industri kelapa sawit yang selama ini menjadi andalan ekspor nasional.
Ironisnya, industri yang seharusnya menopang ketahanan ekonomi negara justru dipenuhi praktik manipulasi, mulai dari penyalahgunaan subsidi hingga kolusi antara pengusaha dan pejabat pemerintah.
Kasus ini melibatkan nama-nama besar seperti Wilmar Group yang diduga telah memanfaatkan celah kebijakan untuk keuntungan pribadi. Ketika rakyat harus antre minyak goreng dengan harga melambung, sejumlah elite menikmati keuntungan di balik layar.
Penyitaan triliunan rupiah ini memang tampak mencengangkan, tetapi bukan berarti persoalannya selesai. Proses hukum harus berjalan transparan, adil, dan memberikan efek jera.
Masyarakat perlu diyakinkan bahwa uang hasil korupsi benar-benar akan dikembalikan untuk kepentingan publik, bukan hanya berhenti sebagai angka yang diumumkan di konferensi pers.
Lebih dari itu, pemerintah harus melakukan evaluasi total terhadap sistem tata kelola CPO. Regulasi yang longgar dan lemahnya pengawasan menjadi ladang subur bagi praktik korupsi.
Dibutuhkan reformasi menyeluruh mulai dari distribusi, ekspor, hingga mekanisme subsidi agar tidak lagi dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kasus ini juga menjadi cermin bahwa ketimpangan ekonomi bukan hanya soal kemiskinan, tetapi juga tentang siapa yang mendapat akses dan kuasa atas kebijakan.
Ketika korporasi mampu mengatur pasar dan pejabat, maka yang menjadi korban adalah masyarakat luas. Oleh karena itu, penguatan sistem hukum dan peran serta masyarakat menjadi penting agar kasus semacam ini tidak kembali terulang.
Penyitaan Rp11,8 triliun harus menjadi awal dari perubahan besar. Tidak cukup dengan menyita dan menghukum, negara harus membangun sistem yang lebih bersih, transparan, dan adil.
Karena uang sebesar itu bukan hanya milik negara, tapi milik rakyat yang haknya telah dirampas secara sistematis. Sudah waktunya suara publik tidak hanya didengar, tapi menjadi arah dalam menyusun kebijakan ke depan.
Referensi:
CNN Indonesia (2024). Kejagung Sita Rp11,8 T Kasus Korupsi CPO, Terbesar Sepanjang Sejarah. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240618101507-12-1075685
Penulis: Beatrice Samantha Surya Kusuma