EDISIKINI.COM, JAKARTA — Merdeka Belajar, sebuah konsep besar yang bertujuan untuk membebaskan metode pembelajaran dan pengajaran, yang sudah dimulai dan terus dikembangkan di Indonesia sejak 2021. Namun sampai saat ini perkembangan dari kualitas pendidikan di Indonesia, belum terlihat jelas, dapat dilihat dari hasil Tes PISA 2022 menunjukkan nilai rata-rata siswa berusia 15 tahun menerima skor rata-rata 366 dalam matematika, 359 dalam membaca, dan 383 dalam sains.
Angka ini jauh di bawah rata-rata OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), yang berada di rentang 472–485. Selain itu, hanya sekitar 18% siswa Indonesia berhasil mencapai kompetensi dasar matematika, sedangkan rata-rata negara OECD adalah 69%. Ini menunjukkan bahwa literasi dan numerasi siswa Indonesia membutuhkan perhatian yang lebih besar untuk ditingkatkan.
Disisi lain, seiring dengan perkembangan teknologi dan semakin berkembangnya AI di dunia digital, Kemendikbudristek mengintegrasikan AI ke dalam lini pendidikan, yang dimulai dengan program Bangkit bersama Google pada 2024 mencakup pelatihan dan kurikulum AI untuk lebih dari 15.000 peserta dari seluruh Indonesia, dengan dominasi peserta merupakan dari daerah terpencil dan perempuan.
Tak hanya itu, Pada November 2024 LLDIKTI menerbitkan Buku Panduan Penggunaan Generative AI di kelas perguruan tinggi. Panduan yang berisi tentang pemanfaatan AI sebagai alat inovatif yang dapat membantu personalisasi dan inklusivitas dalam proses belajar mengajar.
Upaya integrasi AI ini dapat berpotensi dan menjanjikan dalam peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Namun tetap saja kurangnya tenaga pendidik dan infrastruktur, menjadi masalah utama yang menghambat peningkatan ini. Pemerintah menyadari setiap tahunnya ribuan guru memasuki masa pensiun, namun belum digantikan secara proporsional. Belum meratanya akses internet dan fasilitas listrik yang memadai, juga menjadi faktor AI sulit diakses secara adil dan merata.
Jika dilihat dari sisi lainnya, adanya AI menjadi sebuah tantangan bagi pemerataan pendidikan di Indonesia, yakni resiko ketergantungan siswa terhadap AI. Berdasarkan laporan dari OECD, OECD menekankan penguasaan literasi dasar sangatlah penting sebagai pondasi belajar tingkat lanjut.
Dari pernyataan ini, kita harus memahami, apabila siswa terus dibiasakan ketergantungan pada AI walaupun sekedar hanya menyelesaikan tugas atau mencari jawaban, cepat atau lambat hal ini jika semakin dibiasakan tanpa pengarahan dapat mempengaruhi bagaimana kemampuan berpikir kritis, logika, dan kreativitas siswa hingga tidak bisa berkembang. Kita tahu AI bisa sangat membantu kehidupan kita, tetapi harus kita tekankan disini AI tidak bisa menggantikan bagaimana kita berpikir kritis.
Negara-negara luar seperti China, Uni Emirat Arab, dan Estonia bisa menjadi contoh bagi negara kita, dimana pemanfaatan AI didukung dengan rancangan literasi digital, pembelajaran etika penggunaan AI, pelatihan guru yang intensif, dan infrastruktur yang memadai. Estonia bahkan memberikan akun AI kepada siswa sebagai sarana eksplorasi yang terarah dan terlindungi.
Dari hal ini perlu adanya kebijakan yang kiranya dapat diterapkan dan menjadi prioritas Pemerintah demi upaya peningkatan kualitas pendidikan Indonesia beberapa diantaranya; literasi dan penggunaan AI perlu dimasukkan sebagai kompetensi dasar pada kurikulum pendidikan sedini mungkin, dengan hal ini dapat berpotensi semua siswa mendapat kesempatan yang sama dalam mempelajarinya.
Tidak hanya pada kurikulum, tenaga pendidik yakni guru harus diikutsertakan dalam pelatihan literasi AI secara menyeluruh, setidaknya setiap kota dan kabupaten di Indonesia, khususnya yang berada di pelosok, wajib ikut serta dalam pelatihan ini, dengan harapan, dapat memberikan edukasi kepada guru lainnya yang belum berkesempatan.
Selain sumber daya manusia, dukungan dari sisi infrastruktur juga perlu ditingkatkan dimulai dari pembangunan akses listrik dan internet yang diperkuat terutama di wilayah 3T, karena walau bagaimanapun tanpa infrastruktur yang mendukung, teknologi baru tetap sulit digunakan secara efektif.
Setelah semuanya dikembangkan pemerintah juga perlu melaksanakan uji coba di keseluruhan daerah, guna mengevaluasi program, untuk dikembangkan lebih jauh lagi, uji coba ini juha akan membantu melihat sejauh mana AI mampu meningkatkan literasi dan proses berpikir siswa. Terakhir, kolaborasi dengan UNESCO, LLDIKTI, dan sektor teknologi perlu dijalin untuk memastikan pendampingan AI berjalan berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Secara keseluruhan, AI memiliki potensi besar untuk menjadi pendorong bagi peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan Indonesia. Namun potensinya hanya akan optimal apabila dibangun di atas pondasi pendidikan yang kuat, guru yang siap, serta dukungan kebijakan dan infrastruktur yang merata. Dengan pendekatan tersebut, AI bukan pengganti guru, melainkan teman yang beriringan membantu siswa tumbuh menjadi generasi yang kritis, kreatif, dan mandiri.
Referensi
- Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2023). PISA 2022 results: Country note – Indonesia. OECD Publishing.
Tersedia di: https://www.oecd.org/en/publications/pisa-2022-results-volume-i-and-ii-country-notes_ed6fbcc5-en/indonesia_c2e1ae0e-en/ - OECD. (2023). Education GPS – Indonesia: Student performance in PISA 2022.
Tersedia di: https://gpseducation.oecd.org/CountryProfile?primaryCountry=IDN&topic=PI - Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Dikti) Kemdikbudristek. (2023, 17 November). Mengembangkan Bangkit 2024 dengan penambahan kurikulum AI.
Tersedia di: https://kemdiktisaintek.go.id/kabar-dikti/mengembangkan-bangkit-2024-dengan-penambahan-kurikulum-ai/ - Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III (LLDIKTI III). (2024, November). Buku panduan penggunaan Generative AI pada pembelajaran di perguruan tinggi.
Tersedia di: https://lldikti3.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2024/11/Buku-Panduan-_-Penggunaan-Generative-AI-pada-Pembelajaran-di-Perguruan-Tinggi-cetak.pdf
Penulis: Adi Budi Satrio