EDISIKINI.COM, JAKARTA — Setiap pagi, sudah banyak anak di Indonesia terpaksa membuka mata ketika langit masih gelap. Bukan karena mereka ingin, tetapi karena jadwal sekolah terkesan memaksa.
Agar bisa datang tepat waktu, mereka harus bangun dua hingga tiga jam lebih awal bersiap, mandi, sarapan (kalau sempat), dan menembus lalu lintas kota yang mulai ramai. Rutinitas ini sudah menjadi “normal baru” dalam sistem pendidikan kita. Tapi, benarkah ini baik untuk tumbuh kembang anak?
Jam Sekolah Terlalu Pagi: Masalah yang Nyata
Di banyak daerah Indonesia, jam masuk sekolah dasar dimulai antara pukul 06.30 hingga 07.00 pagi. Namun berdasarkan pedoman pola tidur sehat dari Kementerian Kesehatan RI, anak usia sekolah (6–12 tahun) membutuhkan tidur selama 10 jam per hari. Bahkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan durasi tidur anak usia sekolah antara 9 hingga 11 jam.
Lalu, fakta di lapangan berkata lain. Banyak anak harus bangun pukul 4 pagi agar tidak terlambat ke sekolah. Artinya, mereka mesti tidur pukul 7 malam sebuah hal yang hampir mustahil mengingat tugas sekolah, waktu bermain, interaksi keluarga, dan aktivitas lainnya.
Situasi ini memperbesar risiko anak mengalami kurang tidur kronis yang berdampak langsung pada kesehatan mental dan fisik mereka. Tidak heran, beberapa anak terlihat lesu saat jam pelajaran pertama dimulai bukan karena mereka malas belajar, melainkan karena tubuh dan otaknya belum sepenuhnya siap untuk “dipaksa bekerja”.
Apa Kata Penelitian?
Sebuah studi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat menemukan bahwa siswa SMA yang tidur kurang dari 7 jam per malam cenderung lebih sering mengalami kesulitan menyelesaikan tugas sekolah serta melaporkan kondisi mental yang lebih buruk selama masa pandemi. Dalam laporan tersebut, lebih dari 76 persen siswa mengalami durasi tidur pendek dan dua pertiga merasa lebih sulit mengerjakan tugas akademik dibandingkan masa sebelum pandemi.
Kondisi ini tak hanya terjadi di Amerika. Fenomena kurang tidur di kalangan anak dan remaja bersifat global—dan Indonesia pun tak luput dari dampaknya. Kurang tidur bukan hanya soal kantuk di kelas, tapi berdampak pada suasana hati, konsentrasi, dan bahkan peningkatan risiko gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi.
Belajar dari Negara Lain
Berbagai negara mulai menyadari pentingnya durasi tidur yang cukup bagi siswa. Di Amerika Serikat, ratusan distrik sekolah telah mengubah jam masuk sekolah menjadi lebih siang. American Psychological Association (APA) mencatat bahwa perubahan ini menghasilkan dampak positif yang signifikan: meningkatnya durasi tidur siswa, penurunan tingkat stres, perbaikan prestasi belajar, serta menurunnya angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan remaja.
Tak hanya siswa yang merasakan manfaatnya. Guru dan orang tua juga mengalami peningkatan kualitas tidur dan fungsi kognitif. Dalam studi yang dilakukan di Colorado, guru yang mengajar di sekolah dengan jadwal lebih siang melaporkan bahwa mereka lebih siap secara mental, lebih sabar dalam mengajar, dan lebih mampu mengambil keputusan dengan baik di ruang kelas.
Analisis Kebijakan: Positif, Tapi Tidak Sederhana
Mendorong perubahan jam masuk sekolah bukan hal mudah. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan: dari sistem transportasi, ritme kerja orang tua, hingga aktivitas ekstrakurikuler siswa. Namun, jika kita hanya berfokus pada kesulitan teknis tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang pada kesehatan anak, kita sedang mengabaikan aspek fundamental dari pendidikan: kesejahteraan murid.
Sisi positif dari kebijakan jam masuk sekolah lebih siang sudah terbukti lewat banyak studi. Tapi sisi negatifnya lebih ke teknis administratif yang bisa dibahas dan disesuaikan lewat kebijakan transisional.
Apa Solusinya?
Pemerintah melalui Kemendikbudristek, bersama dengan para pemangku kepentingan pendidikan di tingkat daerah dan nasional, dapat memulai diskusi serius terkait evaluasi jam masuk sekolah. Kebijakan yang berlaku saat ini bisa dikaji ulang dengan pendekatan berbasis data kesehatan anak dan psikologi perkembangan.
Beberapa daerah di Indonesia bahkan sudah mulai bereksperimen dengan jam masuk yang fleksibel untuk jenjang SD dan SMP. Ini salah satu langkah kecil yang bisa diikuti oleh daerah lain. Alternatif yang bisa dicoba adalah mengatur ulang jam pelajaran tertentu yang dianggap paling padat atau menantang agar tidak diletakkan di jam pertama.
Diskusi ini bukan tentang memanjakan anak, tapi soal memberikan ruang bagi mereka untuk bertumbuh dengan sehat dan optimal.
Penutup: Tidak Harus Pagi untuk Jadi Keren
Tidur yang cukup bukan sebuah kemewahan, tetapi kebutuhan dasar. Anak-anak yang cukup tidur datang ke sekolah dengan pikiran yang lebih segar, emosi yang lebih stabil, dan kesiapan belajar yang lebih tinggi. Datang lebih terang bukan berarti mengurangi semangat atau menurunkan kualitas pendidikan. Justru sebaliknya, ini adalah bentuk investasi dalam kesehatan mental dan masa depan generasi muda Indonesia.
Penulis: Abyan Dwi Martha