EDISIKINI.COM — Pengembangan SDM adalah ujung tombak daya saing organisasi di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), banyak pendekatan inovatif mulai bermunculan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) hadir sebagai solusi dalam meningkatkan kualitas SDM di Indonesia.
Program ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan gizi harian masyarakat, terutama di kalangan anak-anak, ibu hamil, dan menyusui dapat tercukupi dengan baik sesuai dengan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG), menyediakan makanan sehat di sekolah diharapkan dapat mendukung konsentrasi siswa dan meningkatkan partisipasi mereka dalam kegiatan belajar, dengan melibatkan pelaku usaha lokal, program ini dapat memberikan dampak positif pada kesejahteraan masyarakat secara lebih luas.
Pentingnya Kolaborasi dalam Program MBG
Kolaborasi memegang peranan penting dalam keberhasilan program Makan Bergizi Gratis karena program ini bukan hanya soal membagikan makanan sehat, tetapi juga tentang membangun koneksi sosial di lingkungan kerja atau komunitas.
Menurut Ansell dan Gash (2008), kolaborasi adalah program pengambilan keputusan bersama di mana aktor-aktor dari sektor publik, privat, dan masyarakat sipil bekerja sama dalam sebuah forum formal untuk mengembangkan atau mengimplementasikan kebijakan publik atau mengelola program tertentu.
Dalam konteks program makan bergizi gratis ini kolaborasi ini sangat relevan diterapkan, karena semua pihak dari mulai manajemen, staf dapur, tim kesehatan, hingga peserta bekerja sama dalam merancang menu, mengelola distribusi, dan menciptakan suasana makan yang inklusif. Dengan menyediakan makanan bergizi secara gratis, tidak hanya memenuhi aspek kesejahteraan dasar karyawan, tetapi juga menciptakan momen-momen sosial yang memperkuat kolaborasi antar individu.
Proses Collaborative Governance
Seanjutnya, dalam collaborative governance menurut Ansell and Gash (2008) terdapat elemen kunci yang harus dipenuhi agar proses kolaborasi antar stakeholder dapat berjalan dengan baik, dialog tatap muka dapat meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat. Pemerintah perlu membentuk mekanisme kelembagaan yang inklusif, seperti forum koordinasi lintas sektor di tingkat daerah yang melibatkan komite sekolah, UMKM, dan dinas terkait. Kepemimpinan yang mampu memediasi konflik dibutuhkan dalam proses kolaborasi untuk memastikan semua suara didengar dan kepentingan dapat diselaraskan.
Dengan demikian, melalui pendekatan collaborative governance tidak sekadar bekerja bersama, melainkan melibatkan partisipasi aktif semua aktor, pengambilan keputusan secara kolektif, serta kesiapan untuk beradaptasi sepanjang proses. Tanpa adanya kepercayaan, komunikasi intensif, dan keterlibatan yang konsisten, kolaborasi yang efektif tidak dapat terwujud.
Ditulis oleh: Siti Nur Inayah S.AP. (Universitas Brawijaya)