EDISIKINI.COM — Secara umum, pernikahan merupakan prosesi sakral yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan yang berkomitmen untuk hidup bersama dalam ikatan yang sah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nikah diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi) atau pernikahan.
Pernikahan menurut Islam adalah suatu akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan memakai lafadz nikāh atau tazwīj.
Pernikahan ialah sebuah perjanjian yang terjadi antara kedua belah pihak, akhir – akhir ini banyak sekali hubungan pernikahan yang menginginkan untuk melakukan childfree.
Secara harfiah, arti childfree adalah kondisi ketika seseorang atau pasangan memutuskan untuk tidak memiliki keturunan. Sebenarnya, childfree bukanlah konsep baru.
Bahkan, konsep childfree sudah banyak diterapkan di luar negeri, terutama negara maju. Bahkan, penduduk di negara maju seperti Jepang dan Jerman sudah banyak memilih untuk childfree.
Keputusan untuk menjadi childfree, yaitu memilih untuk tidak memiliki anak, semakin mendapatkan perhatian di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Fenomena ini menimbulkan perdebatan sengit antara mereka yang melihatnya sebagai ancaman terhadap struktur sosial dan ekonomi, dan mereka yang menganggapnya sebagai tantangan yang memicu inovasi dan kemajuan.
Kondisi ini menjadi sebuah hal yang menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Indonesia.
Menurut badan pusat statistik Indonesia (BPS) menganalisis fenomena childfree di Indonesia dari sisi maternal menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).
Perempuan berusia 15-49 tahun (usia subur) yang pernah kawin namun belum pernah melahirkan anak serta tidak menggunakan KB jadi fokus dalam survei ini. Hasilnya, ditemukan bahwa 8 persen atau sekitar 71 ribu perempuan memilih childfree.
Penurunan angka kelahiran ini cukup mengkhawatirkan pemerintah. Pasalnya, Indonesia memiliki target menjadi negara maju pada 2035 dan bonus demografi adalah salah satu modal untuk mencapai hal ini.
Fenomena menunda pernikahan dan pasangan yang memilih tak memiliki anak atau childfree makin menekan kekhawatiran pemerintah.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengungkapkan bahwa fenomena childfree yang berkembang dipicu oleh adanya ketiadaan informasi yang cukup dan benar soal pendidikan seksual dan reproduksi.
BKKBN melihat perilaku tidak ingin punya anak harus diperhatikan segmen serta komunitasnya. Hal ini karena BKKBN melihat fenomena ini timbul pada komunitas atau segmen masyarakat yang memiliki edukasi baik dan tinggal di daerah perkotaan yang ekonominya lebih maju.
TFR merupakan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan selama masa reproduksinya, yaitu perempuan dalam rentang usia 15-49 tahun. Selama hidupnya, sebagian besar perempuan Indonesia melahirkan dua anak dalam dua dekade terakhir.
Tren penurunan TFR merupakan fenomena global yang terjadi hampir di semua negara. Artinya, seiring bertambahnya waktu, semakin sedikit anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan semasa hidupnya.
Selain keputusan untuk memiliki lebih sedikit anak, tren penurunan TFR juga mengindikasikan semakin banyak perempuan yang menunda untuk memiliki anak dan bahkan sebagian di antaranya memilih untuk childfree.
Pemerintah harus cepat merespon fenomena yang terjadi akhir – akhir ini, melihat semakin kompleks dan meningkat nya perempuan yang ingin memilih untuk childfree, dengan adanya respon dan kebijakan yang diberlakukan secara masif, maka ini tidak akan mempengaruhi target target yang akan di capai oleh pemerintah Indonesia seiring dengan perkembangan fenomena yang terjadi.