EDISIKINI.COM, BOGOR — Perkembangan industri keuangan yang kian cepat menuntut setiap lembaga keuangan, termasuk perbankan syariah, untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan strategi pemasaran mereka. Di tengah persaingan yang semakin ketat, bank syariah tidak cukup hanya berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah. Mereka juga harus mampu menyajikan layanan prima dan pendekatan pemasaran yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern.
Apa yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional bukan hanya akad atau produk keuangannya, tapi juga nilai-nilai dasar seperti keadilan, kejujuran, dan kepedulian terhadap kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, manajemen kualitas jasa dalam perbankan syariah bukan sekadar soal kecepatan atau ketepatan layanan, tapi juga cerminan dari nilai moral dan spiritual yang dipegang teguh.
Artikel ini akan mengulas bagaimana manajemen kualitas jasa dan strategi pemasaran diterapkan dalam perbankan syariah, serta bagaimana keduanya saling mendukung dalam membangun kepercayaan dan loyalitas nasabah.
Kualitas Jasa: Lebih dari Sekadar Pelayanan
Kualitas jasa adalah fondasi penting dalam membangun hubungan yang baik antara bank dan nasabah. Dalam dunia perbankan syariah, di mana kepercayaan menjadi modal utama, layanan yang ramah, cepat, dan jujur menjadi keharusan. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988), ada lima dimensi penting dalam kualitas jasa: berwujud (tangible), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy).
Namun dalam praktik bank syariah, kelima aspek ini sering dilengkapi dengan nilai-nilai Islam seperti amanah, keikhlasan, dan keadilan. Misalnya, seorang pegawai bank yang menyambut nasabah dengan senyuman dan salam yang tulus, serta memberikan solusi yang adil dan transparan, sejatinya tidak hanya menjalankan tugas profesional, tapi juga menjalankan ibadah.
Pelayanan yang berkualitas tidak hanya menciptakan kepuasan, tetapi juga memperkuat loyalitas nasabah. Dalam perbankan syariah, loyalitas ini seringkali lahir bukan semata karena harga atau promo, tapi karena kesesuaian nilai-nilai spiritual antara bank dan nasabahnya.
Marketing dalam Perbankan Syariah: Lebih dari Sekadar Promosi
Strategi pemasaran di bank syariah memiliki tantangan tersendiri. Bank syariah tidak hanya menjual produk, tetapi juga menjual nilai-nilai. Oleh karena itu, pendekatan pemasaran yang digunakan pun harus memperhatikan prinsip-prinsip Islam, baik dari sisi isi maupun cara penyampaiannya.
Kotler dan Keller (2012) menyebut bahwa bauran pemasaran (marketing mix) terdiri dari 7P: produk, harga, tempat, promosi, orang, proses, dan bukti fisik. Dalam konteks syariah, ketujuh unsur ini harus ditata ulang sesuai prinsip halal dan thayyib.
Beberapa contohnya:
- Produk: Seperti tabungan mudharabah atau pembiayaan murabahah, perlu dijelaskan secara jujur bagaimana skema keuntungannya.
- Promosi: Tidak boleh menggunakan unsur tipu daya atau janji berlebihan. Edukasi menjadi unsur utama.
- SDM (People): Pegawai tidak cukup memahami sistem keuangan, tapi juga harus mengerti fikih muamalah agar tidak menyalahi prinsip syariah.
Menariknya, kini bank syariah juga mulai mengadopsi pendekatan spiritual marketing—di mana strategi promosi tidak hanya mendorong orang membeli, tapi juga mengajak untuk hidup lebih berkah melalui pengelolaan keuangan yang sesuai syariah.
Kolaborasi Kualitas Jasa dan Marketing: Kunci Kepercayaan Nasabah
Kualitas layanan dan strategi pemasaran bukan dua hal yang berdiri sendiri. Keduanya saling menguatkan. Pelayanan yang baik mempercepat proses pemasaran karena nasabah yang puas akan dengan senang hati merekomendasikan bank kepada orang lain. Di sisi lain, strategi promosi yang jujur dan edukatif membantu menarik calon nasabah baru yang memiliki kepercayaan awal terhadap sistem syariah.
Bank syariah sebaiknya rutin mengevaluasi layanan mereka—baik melalui survei kepuasan, audit internal, maupun feedback digital. Di sisi lain, pemasaran harus terus berinovasi, misalnya dengan memperkuat kehadiran digital melalui aplikasi mobile yang user-friendly, layanan customer care berbasis WhatsApp, atau edukasi produk melalui konten sosial media yang ringan namun informatif.
Dengan begitu, bank syariah tidak hanya hadir sebagai penyedia layanan keuangan, tapi juga sebagai mitra hidup finansial yang memberi nilai tambah secara spiritual dan sosial.
Penutup
Perbankan syariah tidak cukup hanya mengandalkan akad dan nama “syariah” untuk bisa bersaing. Mereka harus mampu menyajikan layanan terbaik yang mencerminkan nilai-nilai Islam, dan dipromosikan dengan cara yang cerdas, jujur, dan relevan. Manajemen kualitas jasa dan strategi pemasaran adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan dalam membangun kepercayaan dan loyalitas nasabah.
Ketika keduanya diterapkan secara konsisten dan berlandaskan prinsip syariah, maka bank syariah akan semakin kuat, tidak hanya secara bisnis, tapi juga secara spiritual. Ia akan menjadi pilihan utama, bukan hanya karena labelnya, tapi karena nilai yang dibawanya.
Daftar Pustaka
- Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., & Berry, L.L. (1988). SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing, 64(1), 12–40.
- Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management (14th ed.). Pearson Education.
- Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer. Jakarta: Gema Insani.
- Ghozali, I. (2018). Pengaruh Kualitas Layanan dan Kepercayaan terhadap Loyalitas Nasabah Bank Syariah. Jurnal Ekonomi Syariah, 6(2), 112–125.
- Hasan, A. (2010). Marketing Syariah. Jakarta: Gema Insani Press.
Penulis: Muhammad Rafi Khoshib Syarif (2310101015), Kelas: MBS E KK, Universitas Tazkia