Berita  

Terobosan Baru: Molekul Kecil yang Bisa Jadi Kunci Terapi Leukemia

Avatar photo
Terobosan Baru: Molekul Kecil yang Bisa Jadi Kunci Terapi Leukemia

EDISIKINI.COM —Leukemia mieloid kronik (Chronic Myeloid Leukemia/CML) masih menjadi tantangan besar di dunia kedokteran, terutama di Indonesia. Penyakit keganasan darah ini menyebabkan sumsum tulang memproduksi terlalu banyak sel darah putih, dan pengobatannya bisa menelan biaya hingga miliaran rupiah per tahun. Meski obat tyrosine kinase inhibitor (TKI) seperti imatinib telah membawa harapan baru, sebagian pasien masih mengalami resistensi, efek samping, bahkan kekambuhan penyakit.

Namun kini, secercah harapan datang dari bidang biologi molekuler: mikroRNA (miRNA), potongan kecil RNA yang dapat “mematikan” atau “menghidupkan” gen tertentu. Teknologi berbasis miRNA sedang dikembangkan sebagai pendekatan teranostik, yaitu metode yang dapat digunakan sekaligus untuk diagnosis dan terapi penyakit.

Dalam kajian yang saya lakukan bersama tim di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, kami menyoroti tiga jenis miRNA, yakni miRNA-17-92, miRNA-221, dan miRNA-96 yang berpotensi besar menjadi kunci pengobatan CML di masa depan.

Gen Kecil, Dampak Besar

miRNA bekerja seperti “saklar genetik” yang mengatur apakah suatu gen akan aktif atau tidak. Dalam kasus CML, aktivitas gen BCR-ABL1 yang berlebihan menjadi penyebab utama pertumbuhan sel darah putih yang tidak terkendali.

Analisis bioinformatika kami menunjukkan bahwa miRNA-17-92 dan miRNA-221 meningkat pada pasien CML, sedangkan miRNA-96 justru menurun. Perubahan pola ini berdampak besar pada perilaku sel kanker.

  • miRNA-17-92 terbukti mendorong proliferasi sel leukemia dengan mengaktifkan jalur NF-κB, namun jika aktivitasnya ditekan dengan “anti-miRNA”, maka proses kematian sel (apoptosis) bisa dipacu kembali.

  • miRNA-221 juga berperan dalam mempercepat pembelahan sel. Menghambatnya akan meningkatkan protein pelindung sel normal (p27Kip1), sehingga pertumbuhan kanker bisa terhambat.

  • Sementara itu, miRNA-96 justru berperan sebagai “rem” alami terhadap gen BCR-ABL1. Ketika kadar miRNA-96 rendah, sel kanker lebih agresif. Namun jika kadar ini dikembalikan dengan “mimic” miRNA-96, sel leukemia menjadi lebih sensitif terhadap obat imatinib.

Temuan ini memperlihatkan potensi besar miRNA tidak hanya sebagai penanda diagnosis, tetapi juga sebagai target terapi presisi.

Harapan Baru bagi Pasien CML

Pendekatan berbasis miRNA membuka jalan bagi pengobatan yang lebih personal dan efisien. Di masa depan, mungkin saja pasien tidak lagi hanya diuji dengan pemeriksaan darah dan kromosom, tetapi juga melalui “profil ekspresi miRNA” mereka. Dari situ, dokter bisa menentukan kombinasi terapi terbaik sesuai dengan respons genetik masing-masing pasien.

Teknologi ini juga berpotensi menurunkan biaya terapi jangka panjang, mengingat pengobatan berbasis gen bisa diarahkan secara spesifik tanpa merusak jaringan sehat.

Langkah Menuju Medis Presisi

Dunia kedokteran tengah bergerak menuju era medis presisi (precision medicine), yakni pengobatan yang menyesuaikan dengan profil genetik tiap individu. Riset miRNA seperti ini adalah bagian penting dari langkah tersebut.

Memang, penerapannya masih memerlukan uji klinis lebih lanjut. Namun, arah penelitian jelas: mengubah terapi leukemia dari pendekatan umum menjadi terapi berbasis genetik yang cerdas dan terukur.

MikroRNA membuktikan bahwa dalam tubuh manusia, molekul sekecil apapun bisa memiliki kekuatan luar biasa. Dan siapa tahu, dari partikel mungil inilah, masa depan bebas leukemia akan bermula.

 

– dr. Ajib Zaim Alamsyah, S.Ked., M.H.

Editor: Nur Ardi, Tim Edisikini.com